Pajak penghasilan pasal 22
Merupakan PPh yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah terkait dengan pembelian barang dan badan-badan tertentu terkait dengan kegiatan di bidang impor dan kegiatan usaha di bidang lainnya dan barang yang tergolong sangat mewah.
Berdasarkan pasal 22 UU PPh, diatur bahwa Menteri keuangan dapat menetapkan bendaharawan pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari wajib pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. Ketentuan mengenai dasar pemungutan, sifat dan besarnya pungutan, tata cara penyetoran, dan tata cara pelaporan pajak ditetapkan oleh Menteri keuangan.
Pada awalnya masalah ini diatur dalam keputusan Menteri kauangan nomor 254/KMK.03/2001 tanggal 30 april 2001 sebagaimana diubah terakhir dengan PMK nomor 210/PMK.03/2008. Namun 31 agustus 2010, PMK tersebut dinyatakan tidak berlaku dan diganti dengan PMK nomor 154/PMK.03/2010.
Pemungutan pajak berdasarkan pasal 22 UU PPh dimaksudkan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengumpulan dana melalui system pembayaran pajak dan untuk tujuan kesederhanaan, kemudahan, dan pengenaan pajak yang tepat waktu. Dalam kaitannya dengan impor barang, pengenaan PPh pasal 22 impor didasarkan pada nilai impor (Cost insurance Freight/CIF) + Bea masuk.
Contoh :
PT jaya makmur (memiliki angka pengenal impor atau API yang diterbitkan oleh departemen perdagangan) mengimpor sebuah mesin dengan harga mesin USD500.000. bea masuk (BM) 20%, insurance sebesar USD10.000 dan freight sebesar USD40.000. untuk menghitung pajak terutang dalam mata uang rupiah, nilai kurs yang digunakan untuk mengkonversi mata uang dolar amerika serikat tersebut adalah kurs yang ditetapkan oleh Menteri keuangan setiap pekannya (selanjutnya disebut kurs KMK). Dalam kasus ini dimisalkan kurs KMK-nya sebesar Rp8.000,00 per USD.
Cara menghitung PPh pasal 22
-
PPh pasal 22 bendaharawan dan kuasa pengguna anggaran (PMK-154/PMK.03/2010)
PPh pasal 22 ini merupakan PPh yang wajib dipungut oleh:
- Bendahara pemerintah dan kuasa pengguna anggaran (KPA) baik di tingkat pusat ataupun tingkat daerah;
- Bendahara pengeluaran untuk pembayaran dengan mekanisme uang persediaan (UP)
- KPA atau pejabat penerbit surat perintah membayar yang diberi delegasi KPA untuk mekanisme pembayaran langsung (LS);
Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh pihak-pihak tersebut di atas, wajib dipungut PPh pasal 22 dari wajib pajak penjual dengan tarif 1,5% x harga jual (belum termasuk PPN).
Catatan: sejak 1 januari 2004, bulog dikecualikan dari pemungutan PPh 22 atas pembelian gula pasir dan tepung terigu.
-
PPh pasal 22 impor (PMK-154/PMK.03/2010)
Setiap wajib pajak yang melakukan impor akan dikenakan PPh pasal 22 impor oleh ditijen bea dan cukai atau bank devisa, kecuali yang mendapat fasilitas dibebaskan. Besarnya PPh pasal 22 impor adalah :
- Atas impor yang menggunakan angka pengenal impor (API) sebesar 2,5% x nilai impor
- Atas impor yang tidak menggunakan angka pengenal impor (API) sebesar 7,5% x nilai impor
- Atas impor yang tidak dikuasai (dilelang oleh ditjen bea cukai) sebesar 7,5% x harga jual lelang. Nilai impor = harga patokan impor (CIF) + pungutan berdasarkan UU pabean (Bea masuk). Untuk menghitung nilai impor, digunakan kurs berdasarkan keputusan Menteri keuangan (kurs KMK,bukan kurs bank Indonesia).
-
Produk bahan bakar minyak, gas dan pelumas
- Produsen dan importir BBM, gas dan pelumas wajib menyetor PPh pasal 22 final melalui bank persepsi sebelum penebusan DO (Delivery Order) ke pertamina atau importir tersebut.
- PPh pasal 22 yang terutang:
Jenis produk SPBU pertmina SPBU non pertmina/non SPBU
Bahan bakar migas 0,25% x harga jual 0,30% x harga jual
Gas 0,30% x harga jual 0,30% x harga jual
Pelumas 0,30% x harga jual 0,30% x harga jual
- PPh pasal 22 yang terutang tersebut bersifat final bagi penyalur/agen dan bersifat tidak bagi selain penyulur atau agen.
-
Produk semen, baja, otomotif, dan kertas :
- Pabrikan produk berupa semen, baja, dan kertas wajib memungut PPh pasal 22 dari distributor/penyaluranya pada saat transaksi penjualan produk-produk tersebut.
- PPh pasal 22 yang terutang
Pemungut PPh dasar hukum PPh pasal 22 trutang tidak final
Pabrikan kertas KEP-69/PJ/1995 0,10% x harga jual
Pabrikan semen KEP-401/PJ/2001 0,25% x harga jual
Pabrikan baja KEP-01/PJ/1996 0,30% x harga jual
Pabrikan otomotif KEP-32/PJ/1995 0,45% x harga jual
-
PPh pasal 22 atas pedagang pengumpul (PMK-154/PMK.03/2010 jo. PER-32/PJ/2010)
-
Kententuan umum
- Badan usaha industry dan exportir yang bergerak dalam sector perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan ditunjuk sebagai pemungut pajak penghasilan pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industry atau ekspor dari pedagang pegumpul. (pasal 1 ayat (1) KEP-523/PJ/2001 jo. PER-23/PJ/2009)
- Kepala kantor pelayanan pajak menerbitkan surat keputusan penunjukan bagi badan usaha industry dan eksportir yang bergerak dalam sector perhutanan, perkebunan,pertanian, dan perikanan yang telah terdaftar sebagai wajib pajak, sebagai pemungut pajak penghasilan pasal 22 (pasal 1 ayat (1) KEP-523/PJ/2001)
- Ketentuan ini berlaku sejak tanggal 4 juli 2001
-
Mekanisme pemungutan pasal 22
- Besarnya pajak penghasilan pasal 22 yang wajib dipungut atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industry atau ekspor oleh pemungut sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari harga pembelian. Sejak 12 maret 2009, tarif tersebut turun menjadi 0,25% dari harga pembelian.
- PPh pasal 22 tersebut terutang dan dipungut pada saat pembelian dan disektor ke kas negara paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya.
- Dalam melaksanakan pemungutan pajak penghasilan pasal 22, badan usaha industry dan eksportir selaku pemungut pajak wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh pasal 22 final dalam rangkap 3 (tiga), yaitu:
- Lembar pertama : untuk penjual;
- Lembar kedua: untuk disampaikan kepada kantor pelayanan pajak (dilampirkan pada SPT masa PPh pasal 22) :
- Lembar ketiga : sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutan.
Besarnya pungutan pajak penghasilan pasal 22 yang ditetapkan terhadap wajib pajak yang tidak memiliki nomor pokok wajib pajak lebih tinggi 100% (serratus persen) dari pada tarif yang diterapkan terhadap wajib pajak yang dapat menunjukan nomor pokok wajib pajak SE-02/PJ.03/2009).
Perhitungan PPh pasal 22
-
PT jakarta maju mendapatkan pekerjaan (proyek) dari pemda DKI Jakarta dengan nilai kontrak Rp1.000.000.000,00 untuk pengadaan seragam pegawai. Pembayaran dilakukan dua termin, masing-masing 40% dan 60%.
- Atas pembayaran termin I (Rp400.000.000) dikenakan
PPh pasal 22 = 1,5% x Rp400.000.000
= Rp6.000.000
Jumlah yang diterima oleh PT. Jakarta maju adalah:
= Rp400.000.000 – Rp6.000.000
= Rp396.000.000
- Pada pembayaran termin II dikenakan
PPh pasal 22 =1,5% x Rp600.000.000
=Rp9.000.000
Jumlah yang diterima oleh PT. Jakarta maju adalah :
= Rp600.000.000 – Rp9.000.000
= Rp591.000.000
Bendaharawan pemprov DKI wajib menyetorkan PPh pasal 22 yang dipungut tersebut ke bank persepsi paling lambat pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran dengan menggunakan SSP yang ditandatangani oleh bendaharawan tetapi nama dan NPWP yang ditulis adalah atas nama PT. Jakarta maju. SSP lembar pertama berlaku sebagai bukti pungut bagi PT bangun jaya, sedangkan lembar ke-5 sebagai arsip pemungut. Pemungutan PPh 22 tsb dalam satu masa pajak dilaporkan dalam SPT masa bendaharawan.
Baca Juga : Pengertian Pajak Penghasilan 21